Langsung ke konten utama

Rusun


waktu demi waktu kami hanya bisa menimbun petak-petak angan, menyesali petak-petak masa silam bermimpi tentang petak-petak masa depan yang semakin meluas mengembang, petak-petak angan seperti menjadi tuhan kehidupan yang menjadi satu-satunya tujuan

di sini kami saling berhimpitan dan berjejalan sambil mengibarkan bendera-bendera warna kelam tentang rasa getir dan khawatir tentang perjalanan hari-hari muakhir yang kami jejak tiada hari tanpa memeras pikir seolah tanpa akhir.

kami sangat yakin bahwa sang langit tak pernah memejamkan mata dan menutup telinganya terhadap kami oleh sebab itulah kepada langit yang maha indah seringkali kami dongakkan wajah-wajah dalam tangan-tangan tengadah berharap hidup kami tak seperti masa yang sudah-sudah.

kami juga sangat yakin bahwa sang langit selalu menjawab dongakan wajah dan tangan tengadah kami meski tetua-tetua kami hanya sesekali mendengar dan menampung keluh kisah kami.

bahkan kami sering mendengar jerit langit yang semakin tak di indahkan oleh tetua-tetua negeri kami yang seharusnya melalui tangan-tangan mereka sang langit mencurahkan karunianya bagi kegembiraan hati kami.

kegembiraan yang tak kunjung tiba itu merintikkan air dari mata-mata sembab kami lalu mengalir bak air bah dan pedihnya mata-mata kami membakar debu-debu menjadikannya bara yang menerjang segala yang ada dan akhirnya menjelma dalam berbagai wisata luka.

Gresik, 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Hamsad Rangkuti: Panggilan Rasul

Panggilan Rasul Oleh: Hamsad Rangkuti MENITIK AIR mata anak sunatan itu ketika jarum bius yang pertama menusuk kulit yang segera akan dipotong. Lambat-lambat obat bius yang didesakkan dokter sepesialis dari dalam tabung injeksi menggembung di sana. Dan anak sunatan itu menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan sakit yang perih, sementara dagunya ditarik ke atas oleh pakciknya, agar ia tidak melihat kecekatan tangan dokter spesialis itu menukar-nukar alat bedah yang sudah beigut sering dipraktikkan. Kemudian kecemasan makin jelas tergores di wajah anak sunatan itu. Dia mulai gelisah.           Di sekeliling pembaringan-dalam cemas yang mendalam-satu rumpun keluarga anak sunatan itu uterus menancapkan mata mereka kea rah yang sama; keseluruhannya tidak beda sebuah lingkaran di mana dokter dan anak lelaki itu sebagai sumbu. Mereka semua masih bermata redup. Kelelahan semalam suntuk melayani tetamu yang membanjiri tiga ter...

Selamat Jalan Sang Pengelana

Selamat Jalan sang Pengelana: Sebuah Obituari untuk Penyair Nurel Javissyarqi (Nurel Javissyarqi) Dari kontakku dengan penulis buku Pendekar Sendang Drajat, aku mengenal seorang pelukis muda dengan medium batu candi. Kami pun menjadi akrab atau mungkin aku yang berupaya mengakrabkan diri agar memiliki seorang kawan di kota tempat tinggalku yang baru. Bila ada waktu, setelah selesai bekerja, aku kerap berkunjung di studio lukisnya sambil pesan atau dipesankan kopi di warkop sebelah studio atau makan bersama di luar kadangkala.  Kami pun ngobrol tentang segala sesuatu yang bisa diobrolkan, termasuk tentang seorang penulis yang dimiliki Lamongan.  Yang namanya pernah tercatat di koran beberapa waktu silam. Dari keakraban inilah kemudian aku diperkenalkan olehnya kepadamu.. Aku menjadi mengenalmu. Pertemuan kita pertama di sebuah acara komunitas sastra sebuah kota,  Kita sempat ngobrol di antara riuh suara panggung di belakang punggung penonton. Setelah itu kita jumpa pun han...

Cerpen Hamsad Rangkuti: Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu?

Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu? Cerpen Hamsad Rangkuti Seorang wanita muda dalam sikap yang mencurigakan berdiri di pinggir geladak sambil memegang terali kapal. Dia tampak sedang bersiap-siap hendak melakukan upacara bunuh diri, melompat dari lantai kapal itu. Baru saja ada di antara anak buah kapal berusaha mendekatinya, mencoba mencegah perbuatan nekat itu, tetapi wanita muda itu mengancam akan segera terjun kalau sampai anak buah kapal itu mendekat. Dengan dalih agar bisa memotretnya dalam posisi sempurna, kudekati dia samil membawa kamera. Aku berhasil memperpendek jarak dengannnya, sehingga tegur sapa di antara kami, bisa terdengar. “Tolong ceritakan mengapa kau ingin bunuh diri?” Dia berpaling kea rah laut. Ada pulau di kejauhan. Mungkin impian yang patah sudah tidak mungkin direkat. “Tolong ceritakan. Biar ada bahan untuk kutulis.” Wanita itu membiarkan sekelilingnya. Angin mempermainkan ujung rambutnya. Mempermaink...