Langsung ke konten utama

Pelukis Neo-Candi Nominee Indonesian Art Award (IAA) 2010 Pergulatannya

 

Pergulatannya dalam dunia kepelukisan untuk menemukan jati diri pernah membuatnya merasa putus asa ketika berbagai eksplorasi yang dilakukannya tidak memuaskan hati. Bahkan hasil explorasi-eksplorasi tersebut malah membuatnya merasa seperti menjadi epigon para pelukis terdahulu.

Lalu, bermula dari ketidaksengajaannya berkunjung ke sebuah toko bangunan bersama seorang teman beberapa tahun yang lalu, Jumartono melihat berbagai jenis material batu-batuan dan pelapis lantai/dinding di toko tersebut. Sebagai seorang pelukis, seketika itulah timbul inspirasinya untuk menggunakan salah satu material batu-batuan yaitu batu candi sebagai medianya dalam melukis.

Sebelum menemukan batu candi sebagai media lukisnya, ada tiga fase perjalanan kepelukisannya. Pada fase pertama, hasil karyanya tampak sangat memperhitungkan figur nan elok dengan tema-tema manis dan akrab. Mungkin sesuai dengan kemudaannya yang masih digelorakan oleh cinta dan teman hidup sehingga pada fase ini banyak dijumpai lukisan perempuan-perempuan dalam berbagai ekspresi.

Fase kedua merupakan pengaruh karakter pribadinya dalam menumpahkan ekspresi. Kepribadian yang pendiam tetapi relatif praktis dan cepat dalam tindakan, menggerakkan efek-efek rupa ekspresif dengan figur-figur dramatis.

Fase ketiga, Jumartono mengerjakan proses melukisnya yang dilakukan di luar studio, berhadapan langsung dengan obyek lukisan, obyek tidak lagi imajinasi dari cetusan abstrak ekspresif, tetapi pemandangan asli yang termuati emosi sehingga gaya ekspresif eksis mendukung rupa efek.

Sedangkan pada fase keempat, masih dalam ekspresionisme yang seolah telah menyatu dengan dirinya, namun eksplorasi dilakukan dari aspek media lukisan, yaitu dengan menggunakan batu candi. Dengan media dari batu candi, yaitu batu yang diperoleh melalui proses alam, lahar dingin gunung berapi yang dia dapatkan dari Yogjakarta, hasil-hasil karyanya sangat mewakili tema-tema kekerasan sosial dan psikologis masyarakat kecil yang menjadi obyek lukisannya akhir-akhir ini.

Karakter batu candi berwarna hitam dengan kontur kasar dan berpori-pori besar seolah menyatu dengan obyek lukisan yang dia angkat dari realitas sosial yang dijumpainya sehari-hari di lingkungan dia tinggal.

Hal tersebut tampak dalam karyanya yang berjudul “Broken Dream” dengan berat karya sekitar 230 Gram secara keseluruhan. Karya tersebut merupakan paduan dari beberapa lukisan dengan media batu candi. Sebuah karya yang memotret tentang pemuda yang tak tercapai segala harapan-harapannya. Terpinggirkan oleh sistem yang tak dapat ditembus oleh kompetensinya. Hal tersebut menjadi sebuah ironi ketika dikombinasikan dengan janji-janji para elit politik dalam bentuk poster yang ditempelkan berbagai posisi sebagai background sang pemuda dalam obyek lukisan tersebut.

Pada akhirnya perjuangan yang sungguh-sungguh dari seorang Jumartono mencari jati diri dalam karir kepelukisannya dapat membuahkan hasil. Dengan karya Broken Dream tersebut dia dapat menembus ajang kompetisi dalam Indonesian Art Award (IAA) 2010 bersama dengan 94 finalis lainnya.dari berbagai kota di Indonesia. Dia menjadi satu-satunya pelukis dari Lamongan atau lima pelukis dari Jawa Timur (peserta lain dari Surabaya dan Malang) yang menjadi nominee/finalis dalam kompetisi dengan Jim Supangkat sebagai Ketua Tim Juri/Kurator tersebut. Sembilan puluh empat hasil karya para finalis/nominee Indonesian Art Awar (IAA) 2010 tersebut saat ini juga dipamerkan di Galeri Nasional, Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Hamsad Rangkuti: Panggilan Rasul

Panggilan Rasul Oleh: Hamsad Rangkuti MENITIK AIR mata anak sunatan itu ketika jarum bius yang pertama menusuk kulit yang segera akan dipotong. Lambat-lambat obat bius yang didesakkan dokter sepesialis dari dalam tabung injeksi menggembung di sana. Dan anak sunatan itu menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan sakit yang perih, sementara dagunya ditarik ke atas oleh pakciknya, agar ia tidak melihat kecekatan tangan dokter spesialis itu menukar-nukar alat bedah yang sudah beigut sering dipraktikkan. Kemudian kecemasan makin jelas tergores di wajah anak sunatan itu. Dia mulai gelisah.           Di sekeliling pembaringan-dalam cemas yang mendalam-satu rumpun keluarga anak sunatan itu uterus menancapkan mata mereka kea rah yang sama; keseluruhannya tidak beda sebuah lingkaran di mana dokter dan anak lelaki itu sebagai sumbu. Mereka semua masih bermata redup. Kelelahan semalam suntuk melayani tetamu yang membanjiri tiga ter...

Selamat Jalan Sang Pengelana

Selamat Jalan sang Pengelana: Sebuah Obituari untuk Penyair Nurel Javissyarqi (Nurel Javissyarqi) Dari kontakku dengan penulis buku Pendekar Sendang Drajat, aku mengenal seorang pelukis muda dengan medium batu candi. Kami pun menjadi akrab atau mungkin aku yang berupaya mengakrabkan diri agar memiliki seorang kawan di kota tempat tinggalku yang baru. Bila ada waktu, setelah selesai bekerja, aku kerap berkunjung di studio lukisnya sambil pesan atau dipesankan kopi di warkop sebelah studio atau makan bersama di luar kadangkala.  Kami pun ngobrol tentang segala sesuatu yang bisa diobrolkan, termasuk tentang seorang penulis yang dimiliki Lamongan.  Yang namanya pernah tercatat di koran beberapa waktu silam. Dari keakraban inilah kemudian aku diperkenalkan olehnya kepadamu.. Aku menjadi mengenalmu. Pertemuan kita pertama di sebuah acara komunitas sastra sebuah kota,  Kita sempat ngobrol di antara riuh suara panggung di belakang punggung penonton. Setelah itu kita jumpa pun han...

Cerpen Hamsad Rangkuti: Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu?

Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu? Cerpen Hamsad Rangkuti Seorang wanita muda dalam sikap yang mencurigakan berdiri di pinggir geladak sambil memegang terali kapal. Dia tampak sedang bersiap-siap hendak melakukan upacara bunuh diri, melompat dari lantai kapal itu. Baru saja ada di antara anak buah kapal berusaha mendekatinya, mencoba mencegah perbuatan nekat itu, tetapi wanita muda itu mengancam akan segera terjun kalau sampai anak buah kapal itu mendekat. Dengan dalih agar bisa memotretnya dalam posisi sempurna, kudekati dia samil membawa kamera. Aku berhasil memperpendek jarak dengannnya, sehingga tegur sapa di antara kami, bisa terdengar. “Tolong ceritakan mengapa kau ingin bunuh diri?” Dia berpaling kea rah laut. Ada pulau di kejauhan. Mungkin impian yang patah sudah tidak mungkin direkat. “Tolong ceritakan. Biar ada bahan untuk kutulis.” Wanita itu membiarkan sekelilingnya. Angin mempermainkan ujung rambutnya. Mempermaink...