Burung-Burung Manyar

burung-burung manyar

y.b. mangunwijaya


pelan-pelan (baca: aras-arasen) menyelesaikan burung-burung manyar-nya y.b. mangunwijaya, entah sudah berapa waktu, membuat saya penasaran pada kisah kasih ara dan teto. penasaran sekaligus serasa ikut "negeni" perjalanan mereka dan berharap fiksi ini sebagai sebuah kisah dengan akhir yang berbahagia. 


pembacaan yang banyak jeda membuat saya berpersepsi perjalanan kisah kasih mereka seperti tak ada ujung dan selalu menimbulkan pertanyaan kapan mereka akan bertemu dan saling mengungkapkan perasaan mereka masing-masing.


barangkali karena sudah berharap di awal pembacaan itu membuat bangunan harapan saya itu runtuh ketika menginjak bagian tiga yang terasa tiba-tiba saja mendapati "kenyataan" ara telah memiliki sebuah keluarga yang terpandang, terhormat, dan ideal tanpa teto. meski terjadi pertemuan antara ara dan teto, pertemuan yang tetap hangat atau lebih hangat namun kondisi mereka telah berbeda. 


entah mengapa saya jadi berpikir kenapa romo mangun membangun kisah yang berakhir dengan rasa yang muram seperti itu. kemuraman yang terjadi karena kasih yang tak terwujud, lalu kemuraman itu masih ditambah lagi bobotnya dengan berpulangnya ara (dan suaminya) saat mereka mengalami kecelakaan pesawat yang mereka tumpangi dalam keberangkatan mereka melaksanakan ibadah haji. hal itu membuat saya jadi menganalogikannya, entah tepat atau tidak, pada sebuah puisi (kisah) yang diakhiri dengan doa pada larik akhirnya. seolah-oleh kisah panjang yang muram itu terasa baik-baik saja dengan adanya doa (saat akhir naik haji). dan bagaimana pun juga rasa muram itu terasai menular.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Hamsad Rangkuti: Panggilan Rasul

Cerpen Hamsad Rangkuti: Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu?

Cerpen Umar Kayam: Seribu Kunang-Kunang di Manhattan