di lereng-lereng perbukitan kami bangun tembok-tembok kesunyian sebagai tempat kami berteduh dari panas teriknya benak kami dan deras hujan yang mengguyur dari mata-mata kami.
lalu, dalam keteduhannya sepanjang petang setelah pulang membanting tulang kami pun belajar memahami hiruk-pikuk benak kami sendiri yang kerap dibanjiri oleh berbagai arus deras ilusi dan delusi yang selalu menyeret kami pada jalan buntu dan jalan pintas.
dari tembok-tembok kesunyian itu kami belajar menyelami hati kami sendiri yang dipahit-asinkan oleh rob yang selalu datang ketika laut pasang menenggelamkan jalan-jalan lurus yang kami lalui dalam menempuh perjalanan panjang kehidupan.
dalam tembok-tembok kesunyian diatas lereng-lereng perbukitan membuat kami tak selalu menengadah lagi, hanya menunduk melihat dari ketinggian tentang sebuah peta buram perjalanan menuju keharibaan.
Semarang, Maret 2009
lalu, dalam keteduhannya sepanjang petang setelah pulang membanting tulang kami pun belajar memahami hiruk-pikuk benak kami sendiri yang kerap dibanjiri oleh berbagai arus deras ilusi dan delusi yang selalu menyeret kami pada jalan buntu dan jalan pintas.
dari tembok-tembok kesunyian itu kami belajar menyelami hati kami sendiri yang dipahit-asinkan oleh rob yang selalu datang ketika laut pasang menenggelamkan jalan-jalan lurus yang kami lalui dalam menempuh perjalanan panjang kehidupan.
dalam tembok-tembok kesunyian diatas lereng-lereng perbukitan membuat kami tak selalu menengadah lagi, hanya menunduk melihat dari ketinggian tentang sebuah peta buram perjalanan menuju keharibaan.
Semarang, Maret 2009
Komentar
Posting Komentar