Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2023

Langkan

Langkan     Puisi Kevin Young Sia-sia belaka berkata-kata              pada yang telah tiada apa yang telah Engkau dapati sebab mereka telah melewatinya juga - Bagaimana tetap bertahan               tanpa dirimu, kasih pagi hari atau pergi,               cahaya yang gigih meski masih. * Kecantikan tetaplah kecantikan              sungguh, ibuku berkata, Siapa yang cantik dan berbicara lantang, sehingga dia dapat dipahami              Tidak seperti penyair yang tak dapat bicara untuk menyelamatkan hidup mereka Sehingga mereka menulis * Seperti sebuah bahasa,               kehilangan - dapat               dipelajari hanya  dengan hidup - di sana - * Apa yang membuat kita mengakar               pada rasa haus  dan bumi ini, ancaman-ancaman  dan kekurangannya -               Caranya memudar dan menjadikan hal-hal yang - lebih buruk dan jauh               lebih buruk - bils tidak cahaya ini menjunjung di atas punggung bukit.

JIS

di bawah tenda berpasang mata menatap  pesta rakyat

Uang Recehan

uang recehan   ~ (carol styamurti, 1939-2019) di sini pasti ruang area terakhir lorong remang di bawah jembatan yang rembes merupakan satusatunya rute menuju bawah tanah engkau melewati empat, terkadang lebih, orangorang terlelap bersandar di dinding sama saja, hari demi hari, minggu demi minggu, beberapa gundukan di bawah selimut kotor,  beberapa duduk, disapu angin, seolah  tercengang gemuruh kereta di atas kepala.  bahkan saat sepi, mereka tidak bersuara, tetap duduk menghadap cangkir kertas kosong mereka, wajah terkuras pucat pasi, atau berkulit merah dengan tampilan yang beralkohol dan tahan cuaca. aku ingin mereka pergi.  aku ingin dibebaskan. haruskah aku memberikan beberapa keping recehan kepada mereka masing-masing? jika hanya satu… atau hanya satu hari… di jurang antara aku dan mereka tergantung penyakit.  langkah demi langkah, aku menatap ke depan, tetap pada tujuanku yang hangat dan baik  apa hubungannya puisi dengan ini? catatan: Carole Satyamurti (1939-2019) dikenal terut

Bukan sebab kematian aku bertahan

bukan sebab kematian aku bertahan emily dickinson bukan sebab kematian, aku bertahan - dan semua yang mati, terbaring bukan karena malam, semua lonceng menjulurkan lidah, bagi siang. bukan karena embun membeku, pada dagingku aku merasakan angin panas - menjalar - bukan pula tersebab api, hanya kakiku pada marmer dapat menjaga altar tetap, dingin - namun, terasa, seperti mereka semua, figur-figur yang telah ku saksikan tertata rapi, tuk pemakaman mengingatkanku, pada pemakamanku - seolah-olah hidupku terpotong-potong, dan dibingkai, dan tak bisa bernafas tanpa sebuah kunci, dan seperti dini hari, beberapa - saat semua yang berdetak - telah terhenti - dan ruang memandang - sekeliling - atau embun beku yang mengerikan - duka di awal musim gugur, meniadakan tanah yang dikalahkan - tapi kebanyakan, seperti kekacauan - tanpa henti - dingin - tanpa peluang, atau tiang - atau bahkan laporan tanah - 'tuk membenarkan - keputusasaan.

Cerita-Cerita Berbisik

dari kubur ke kubur kisah-kisah menghambur cerita-cerita mengabur bisik-bisik menghibur kata-kata menjadi busur melesatkan stigma pada cermin buram memantulkan bayang pada rupa hati  yang seram

Ramadhan I 2023

di alas karpet. (setengah) empuk kuteguk segelas teh tak lagi hangat setelah tiga biji kurma kulahap dengan lekas entah pada kunyahan ke berapa namamu tiba-tiba memenuhi ruang udara benakku apa ini sejenis rindu atau semacam rasa malu ada tabir yang lebih tebal dari waktu, menciptakan jarak antara tuan dan aku  lalu, satu persatu narasi-narasi silih berganti mengisi        ada hari-hari kerap terlewati dengan batu mengganjal madaran -         ada minggu-minggu kebak luka saat memuja -         ada bulan-bulan penuh pengharapan dalam ancaman -         banyak tahun-tahun menyusuri jalan panah dan pedang - ada getar melela dalam dada ada sengguk tertahan di dalam dan riuh masih terus gemuruh dan hingar tak jua memudar apakah ini sejenis rindu atau  semacam rasa malu di alas marmer dingin ku sesap pahit tembakau riuh tetap saja selalu bergemuruh dan bingar tetap jua tak pudar pada asap yang menguar di udara, lalu sirna entah kemana, ingin ku sisipkan riuh gemuruh dan hingar bingar di antara

Ejaan Ejekan Semesta

dari media sosial  ia berkabar seorang pertapa mengeja kitab dunia dari menara gadingnya membaca daundaun jatuh dari tangkainya membaca peta perjalanan keharibaan mengungkap sisi-sisi gelap  di balik dinding penuh anasir apakah kasih sayang memanggil untuk membuat  semesta bulat sempurna? atau menaksir desir-desir potensi berlawanan di balik tabir?

How deep is your diving

  how deep you could dive - into the depth of the ocean of your inside you might found - something lovely something ugly there might be - coral reef wild fish how deep you might dive - into the sea of your soul understanding your whole measuring the journey lead toward eternity

Simon & Garfunkel: uara Kesunyian

Gambar
source: google by Simon & Garfunkel Halo, kegelapan, teman lamaku Aku datang untuk berbincang denganmu lagi Sebab sebuah visi merayap perlahan Meninggalkan benihnya saat aku sedang tertidur Dan visi yang tertanam di  benakku Masih ada Dalam suara kesunyian Dalam mimpi yang resah aku berjalan seorang diri Jalan setapak berbatu Di bawah sapaan cahaya lampu jalan Aku menaikkan kerahku pada dingin dan lembap Saat mataku tertusuk sinar lampu neon yang membelah cahaya Dan menyentuh suara keheningan Dan dalam cahaya telanjang aku menyaksikan Sepuluh ribu orang, mungkin lebih Orang berbincang tanpa bicara Orang mendengar tanpa menyimak Orang menulis lagu yang suaranya tak pernah terdengar Tak ada yang berani Mengganggu suara kesunyian "Bodoh," kataku, "Tahukah Engkau, kesunyian seperti sebuah kanker yang tumbuh.  Dengarlah kata-kataku agar aku bisa mengajarimu Pegang tanganku agar aku bisa menggapaimu." Tapi kata-kataku seperti tetesan hujan yang diam jatuh.  Dan bergem

Eid Day

Gambar
taken from google black hole arises - unveil its self in the loud of silence along with hurly burly of discordant  tone worshipping - He's the Great

[jelang] malam lebaran

bulan menghilang segan menyaksikan diskusi panjang - sengit orang-orang tentang - kapan - saat paling tepat saling bermaaf-maafan