Langsung ke konten utama

Apakah Silang Sengkarut dalam Sastra Indonesia Tidak Lebih Penting dari Persoalan Celana Dalam Dinar Candy?

(Renata Moeloek, Chef Cakep)


Apakah Persoalan Sastra Indonesia Tidak Lebih Penting dari Bahasan tentang Celana Dalam Dinar Candy?

(Sebuah Wawancara Imajinasi dengan Deddy Corbuzier)


Master Deddy Corbuzier, Ph.D., siapa warga +62 yang tidak kenal sosoknya. Seorang magicians yang sudah merasa mentok dan bosan saat berada di capaian paling puncaknya, lalu "pensiun dini" (secara profesional) dan beralih profesi sebagai host beberapa program di televisi. Saat programnya mengalami "kelesuan"  karena pandemi atau mungkin juga "berselisih" dengan produser program lalu membuat podcast #closethedoor.


Karakternya yang kuat dan penampilan yang selalu nyentrik didukung dengan narasumber yang menarik dan sedang menjadi pusat perhatian baik dalam program-program yang dia tuan rumahi sebelumnya maupun di podcastnya sendiri, #closethedoor membuat program yang dibawanya banyak diminati oleh penonton yang dia sebut dengan smart people.


Podcastnya, #closethedoor dikenal sebagai podcast klarifikasi bagi pihak-pihak yang memiliki konflik atau persoalan. Narasumbernya mulai dari menteri atau pejabat publik lainnya, selebriti, penyanyi, aktor/aktris, komedian, model, dan public figure lainnya.


Beruntung sekali saya, Tarunala (Taru) berkesempatan melakukan sebuah interview dengannya (Dedd) di suatu waktu dan tempat yang entah.


Taru: "Apa kabar, Om Dedd?"

Dedd: "Alhamdullillah, saya sehat dan baik-baik saja. Terima kasih. Kalau kabar Anda bagaimana?"


Taru: "Alhamdulillah, saya juga baik-baik, Om Dedd. Terima kasih sudah menanyakan kabar saya"


Dedd: "Eh, by the way, sebenarnya kita lebih tua-an siapa sih, kok memanggil saya om?"


(Anya "Selalu Benar" Geraldine)


Taru: "Oh, itu. sebenarnya ini kebawa kebiasaan dari desa. Orang-orang di desa saya biasanya memanggil orang lain yang dihormati dengan panggilan seolah-olah kita memanggilkan untuk anak kita."


Dedd: "oh, I see."


Taru: "Jadi tidak keberatankan bila saya memanggil dengan sebutan Om Dedd?"


Dedd: "hmm...O.K. tidak masalah."


Taru: "Om Dedd, sebenarnya saya punya sebuah jokes untuk nge-roasting Om Deddy, tapi saya khawatir Om Deddy marah, atau khawatir juga jokes ini tergolong SARA."


Dedd: "Okey, saya tidak keberatan diroasting."


(Deddy Corbuzier, Popular Host)


Taru: "Mmm..begini...tapi jangan marah ya Om Dedd. Begini, dalam persepsi saya, meski Om Deddy ini orangnya tinggi, besar, kekar, dan berotot tapi menurut saya Om Deddy ini orangnya penakut."


Dedd: "Hah..saya penakut? mana bisa! Darimana Anda tahu saya penakut? Apa buktinya?"


Taru: "Kok nge-gas, Om? Katanya nggak marah?"


Dedd: "Siapa yang marah? Saya tidak marah."


Taru: "Begini, Om Dedd, kan beberapa waktu yang lalu Om Deddy berpindah dari komunitas yang "teman-temannya" hanya sedikit, minoritas, kemudian beralih ke "teman-teman" yang banyak, mayoritas, nah kan Om Deddy gede, keker, pandai bertarung. kenapa tuh beralih memilih "teman-teman" yang lebih banyak jumlahnya dari sebelumnya kalau bukan karena penakut ha..ha..."


Dedd: "ha..ha...ha...anjay ha..ha... Tia, Tia boleh ngomong anjay kan. Ha..ha.. anjay. Saya merokok dulu."


Taru: "Saya temani merokok, Om Dedd. Wah, tapi pakai electric, masak enak, Om."


Dedd: "Anda sendiri kenapa memilih brand itu?"


Taru: "Oh, ini. 234. Sebenarnya ini mungkin terkait perasaan bawah sadar saya yang tidak tergapai, Om. Om Deddy mungkin pernah membaca surat an-Nissa kan? Bahwa laki-laki boleh punya kekasih (istri) 2, 3, atau 4, makanya saya memilih brand yang mirip itu. Ha...ha..ha .."




Dedd: "ha..ha...ha...anjay. Dasar!"


Taru: "Om Dedd, omong-omong soal 234 tadi, saya jadi teringat kata-kata Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar kita, dalam Bumi Manusia, katanya, "setiap lelaki yang beristri lebih dari seorang pasti seorang penipu, dan menjadi penipu tanpa semau sendiri", bagaimana menurut Om Dedd?"


Dedd: "Wah, saya belum pernah berpengalaman sih dalam hal ini. Bagaimana saya bisa berpendapat bila belum mengalami. Saya berpengalaman hanya memiliki satu. Itu pun berhenti di tengah jalan."


Taru: "Kita sama ternyata, Om Dedd."


Dedd: "Sama apanya, nih?"

(Pretty Cici)


Taru: "Sama-sama berhenti di tengah perjalanan."


Dedd: "Oh, I see."


Taru: "Om Dedd, bicara tentang sastrawan dan dunia sastra, kenapa Om Dedd, tidak pernah mengundang pelaku sastra Indonesia di #closethedoor. Bukankah seperti bidang lain, politik, kesehatan, dunia selebriti, komedi, public figure dan bidang lainnya juga sama, mereka pasti ada konflik dan perlu memberikan klarifikasi."


Dedd: "Terserah Gue, dong. podcast, podcast Gue. ha..ha .ha..."


Taru: "Hmm..apakah menurut Om Dedd konflik, perbedaan pendapat, silang sengkarut dalam kesusasteraan Indonesia tidak lebih penting dari persoalan celana dalam Dinar Candy misalnya atau tidak lebih penting dari bahasan dada gedenya Diana Dee atau tidak lebih penting dari  fuckgirl yang pernah duduk berhadapan dengan Om Deddy?"


Dedd: "Terserah gue dong, studio, studio gue, kamera-kamera gue..ha..ha..ha.."


Taru: "Atau mungkin ini hanya masalah beda pendapat dan pendapatan saja sehingga hanya memberikan punggung tapi  tidak memberikan panggung kepada pihak-pihak yang "bertikai" dalam sastra Indonesia?"


Dedd: "Terserah gue dong, studio, studio gue, kamera-kamera gue..ha..ha..ha.."


Taru: "Wah, repot juga ya kalau sesuatu itu milik pribadi, tak perlu begitu perduli pada pertanggungjawaban kepada publik sebagai pemirsanya  apalagi pemirsa minoritas (pelaku, penikmat sastra) yang penting tidak melanggar peraturan perundangan yang berlaku dan prioritas-prioritasnya tentu sesuai yang disukai pemiliknya.


Dedd: "Nah, jadi terserah gue dong, acara, acara gue, team juga team gue..ha..ha..ha.."


Taru; "Kalau Om Dedd mau melihat kembali sebenarnya konflik dalam kesusasteraan di Indonesia itu sudah ada sejak dulu. Misalnya antara kelompok Gelanggang dan Manifes Kebudayaan.  Tokoh-tokoh seperti Pramoedya Ananta Toer dan Goenawan Mohamad ada dipihak yang berseberangan dalam konflik itu."


Om Dedd: "I see."


Taru: "Kalau melihat ke arah sekarang, ada kelompok Boemipoetra (www.boemipoetra.wordpress.com)yang selalu bersuara lantang terhadap tindakan-tindakan yang dapat merusak sastra Indonesia. Namun sepertinya suara-suara itu kurang mendapat dukungan dari orang-orang yang punya otoritas. Bagaimana menurut, Om Dedd?"


Dedd: "Sepertinya saya dan team belum fokus ke arah situ untuk saat ini, jadi saya tidak bisa berkomentar dulu."


Taru: "Bahkan ada pihak-pihak dengan menggunakan kekuatan uang ingin disemati sebagai sastrawan paling berpengaruh dalam kesusteraan Indonesia. Bagaimana menurut, Om Dedd?"



Dedd: "Oh, I see. Seperti yang saya bilang tadi saya dan team belum fokus ke arah situ untuk saat ini, jadi saya tidak bisa berkomentar dulu."


Taru: "O.K. Baiklah, Om Dedd. By the way, apakah Om Dedd suatu saat akan mengundang pihak-pihak yang berkonflik/beda pendapat dalam sastra Indonesia ke #closethedoor suatu saat?"


Dedd: "Maybe. Who knows."


Taru: "Maybe Yes, Maybe No, ha..ha..."


Dedd: "ha..ha..."


Dengan lebih dari 13 Juta subscriber, podcast #closethedoor telah menjadi mesin uang bagi Deddy Corbuzier. Seperti yang dilansir oleh sebuah media, pendapatan yang dihasilkan dari podcast tersebut diperkirakan lebih dari Rp 400 Juta s.d. Rp 6 Miliar perbulan.


Kami mengakhiri wawancara dengan ngakak bersama, lalu hening. Dalam keheningan kami menghisap dalam-dalam rokok kami sambil sibuk dengan pikiran kami masing-masing. Asap mengepul di udara, memenuhi sebuah ruangan yang entah berada di mana. 


Stay healthy, Master Corbuzier.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Hamsad Rangkuti: Panggilan Rasul

Panggilan Rasul Oleh: Hamsad Rangkuti MENITIK AIR mata anak sunatan itu ketika jarum bius yang pertama menusuk kulit yang segera akan dipotong. Lambat-lambat obat bius yang didesakkan dokter sepesialis dari dalam tabung injeksi menggembung di sana. Dan anak sunatan itu menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan sakit yang perih, sementara dagunya ditarik ke atas oleh pakciknya, agar ia tidak melihat kecekatan tangan dokter spesialis itu menukar-nukar alat bedah yang sudah beigut sering dipraktikkan. Kemudian kecemasan makin jelas tergores di wajah anak sunatan itu. Dia mulai gelisah.           Di sekeliling pembaringan-dalam cemas yang mendalam-satu rumpun keluarga anak sunatan itu uterus menancapkan mata mereka kea rah yang sama; keseluruhannya tidak beda sebuah lingkaran di mana dokter dan anak lelaki itu sebagai sumbu. Mereka semua masih bermata redup. Kelelahan semalam suntuk melayani tetamu yang membanjiri tiga ter...

Selamat Jalan Sang Pengelana

Selamat Jalan sang Pengelana: Sebuah Obituari untuk Penyair Nurel Javissyarqi (Nurel Javissyarqi) Dari kontakku dengan penulis buku Pendekar Sendang Drajat, aku mengenal seorang pelukis muda dengan medium batu candi. Kami pun menjadi akrab atau mungkin aku yang berupaya mengakrabkan diri agar memiliki seorang kawan di kota tempat tinggalku yang baru. Bila ada waktu, setelah selesai bekerja, aku kerap berkunjung di studio lukisnya sambil pesan atau dipesankan kopi di warkop sebelah studio atau makan bersama di luar kadangkala.  Kami pun ngobrol tentang segala sesuatu yang bisa diobrolkan, termasuk tentang seorang penulis yang dimiliki Lamongan.  Yang namanya pernah tercatat di koran beberapa waktu silam. Dari keakraban inilah kemudian aku diperkenalkan olehnya kepadamu.. Aku menjadi mengenalmu. Pertemuan kita pertama di sebuah acara komunitas sastra sebuah kota,  Kita sempat ngobrol di antara riuh suara panggung di belakang punggung penonton. Setelah itu kita jumpa pun han...

Cerpen Hamsad Rangkuti: Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu?

Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu? Cerpen Hamsad Rangkuti Seorang wanita muda dalam sikap yang mencurigakan berdiri di pinggir geladak sambil memegang terali kapal. Dia tampak sedang bersiap-siap hendak melakukan upacara bunuh diri, melompat dari lantai kapal itu. Baru saja ada di antara anak buah kapal berusaha mendekatinya, mencoba mencegah perbuatan nekat itu, tetapi wanita muda itu mengancam akan segera terjun kalau sampai anak buah kapal itu mendekat. Dengan dalih agar bisa memotretnya dalam posisi sempurna, kudekati dia samil membawa kamera. Aku berhasil memperpendek jarak dengannnya, sehingga tegur sapa di antara kami, bisa terdengar. “Tolong ceritakan mengapa kau ingin bunuh diri?” Dia berpaling kea rah laut. Ada pulau di kejauhan. Mungkin impian yang patah sudah tidak mungkin direkat. “Tolong ceritakan. Biar ada bahan untuk kutulis.” Wanita itu membiarkan sekelilingnya. Angin mempermainkan ujung rambutnya. Mempermaink...