Langsung ke konten utama

"Allah Sakit," katanya




Sore itu aku menikmati hari yang indah. Konstruksi keindahan yang terbangun dari bata-bata kebersamaan. Kebersamaan antara aku dan dia. Sebuah kebersamaan yang sering aku rindukan. Perlu waktu lebih dari 6 sampai 7 Jam untuk menikmati momen kebersamaan seperti ini. Tidak setiap saat dapat aku lakukan, hanya hari-hari dengan angka-angka berwarna merah yang menghiasi kalender saja yang dapat memberiku kesempatan untuk mewujudkan momen indah tersebut. Itupun tidak semua warna merah.


Seperti pada kebersamaan-kebersamaan sebelumnya sabtu sore itu dia memberiku setumpuk buku sehabis memilih-milih sendiri buku cerita yang ia suka dari almari sederhananya.

”Ayah, baca cerita. Yang banyak sampe ndower” katanya sambil memperlihatkan gigi atasnya yang hilang tiga dan menaruh setumpuk buku didekatku.

Giginya memang hilang tiga. Mungkin karena kebanyakan makan coklat atau makanan lain yang mengandung coklat dan permen-permen yang hampir tiap hari jadi camilannya. Meskipun giginya sendiri juga hilang, dia akan tertawa juga melihat vedeo clip lagu munajat cintanya The Rock yang menampilkan anak si Ahmad Dani yang juga hilang gigi atasnya. ”he..he...giginya hilang, Yah, sama kayak adek” katanya sambil tertawa suatu kali pas kami sedangkan menikmati lagu-lagu dari vcd.

Dibacakan cerita memang menjadi kegemarannya. Mungkin karena sejak bayi sudah kami bacakan cerita menjelang dia tidur. Bahkan pernah suatu waktu dia terbangun dari tidur pada jam 1 malam minta dibacakan cerita. Maka dengan masih menahan kantuk aku pun terpaksa membaca cerita dengan suara serak.

Meskipun belum hafal semua huruf dan angka dan belum bisa merangkai huruf-huruf tersebut menjadi suku kata yang bisa dia eja, dia telah hafal semua judul-judul buku cerita dengan hanya melihat sampulnya saja. Tentu saja terhadap buku-buku yang telah kami bacakan sebelumnya untuknya.

Bila hari libur dan kami berkunjung ke toko buku di kawasan Simpang 5 dia akan selalu sebutkan judul-judul buku yang telah dia kenali. Sambil memperlihatkan kepada kami sebuah buku ditangannya dia akan sebutkan judul buku tersebut sambil berkata ”Yah, Adek sudah punya” katanya sambil tersenyum. ”Ma, Adek yang ini sudah punya” katanya kali lain.

Sambil tiduran dia disampingku memperhatikan lembar demi lembar dengan gambar –gambar berwarna-warni yang menarik hatinyanya. Aku pun mulai membaca cerita dari buku yang disodorkan kepadaku. Dia memang yang memilih buku mana yang harus dibaca terlebih dahulu.

Sebuah cerita yang mengenalkan balita kepada Allah dengan mengenal semua ciptaannya seperti awan, susu, kulit, dan benda-benda lainya dari alam sekitar kita pun dengan pelan-pelan aku bacakan. Sambil sesekali memberikan dia pertanyaan-pertanyaan dan menerangkan hal-hal yang perlu saya jelaskan tentang isi cerita-cerita dari buku-buku yang disodorkan kepadaku tersebut.

”Yah, Allah itu dimana?” tiba-tiba sebuah pertanyaan yang tak aku duga meluncur dari bibir mungilnya.

Entah mengapa aku menjawabnya dengan menunjuk dadanya sambil mengatakan bahwa Allah itu ada di dalam dadanya dan didada setiap orang. ”Kalau kita baik dan tidak nakal, maka Allah akan selalu bersama kita” kataku menjelaskan lebih lanjut.

Namun tanpa aku duga lagi tiba-tiba dia memukul-mukul dadanya agak keras. Aku pun kaget dan mencegahnya. ”Dik jangan dipukul-pukul dadanya, nanti sakit” kataku dalam kekawatiran.

”Kenapa Yah? Nanti Allah sakit, iya, nanti Allah sakit, nanti Allah sakit, iya Yah?” katanya berulang-ulang karena aku tertegun sehingga tidak dapat menjawab dengan cepat pertanyaannya tersebut.

”Bukan, nanti dadanya adek yang sakit, kalau Allah itu tidak bisa sakit, soalnya Allah itu yang menciptakan kita, menciptakan langit, awan, dan semuanya diciptakan oleh Allah” kataku menjelaskan

”Kenapa dada Adek kok dipukul-pukul? ” sambungku lagi.

”Iya, biar Allah keluar” katanya

Aku pun hanya bisa tersenyum dan terdiam, tidak dapat berkata apa-apa lagi. Entah mengapa saat itu aku kehilangan kata-kata untuk merespon kata-katanya.

Mungkin aku salah dengan memberitahu bahwa Allah ada di dalam dada sehingga dia memukul-mukul dadanya agar Allah dapat keluar dari dadanya.

Oh, Allah bimbinglah dia agar kelak menjadi hamba yang berma’rifat kepadaMu, menjadi hamba yang bertakwa kepadaMu, dan menjadi hamba yang mencintaiMu, berbakti kepada orang tua serta bermanfaat bagi sesama

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Hamsad Rangkuti: Panggilan Rasul

Panggilan Rasul Oleh: Hamsad Rangkuti MENITIK AIR mata anak sunatan itu ketika jarum bius yang pertama menusuk kulit yang segera akan dipotong. Lambat-lambat obat bius yang didesakkan dokter sepesialis dari dalam tabung injeksi menggembung di sana. Dan anak sunatan itu menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan sakit yang perih, sementara dagunya ditarik ke atas oleh pakciknya, agar ia tidak melihat kecekatan tangan dokter spesialis itu menukar-nukar alat bedah yang sudah beigut sering dipraktikkan. Kemudian kecemasan makin jelas tergores di wajah anak sunatan itu. Dia mulai gelisah.           Di sekeliling pembaringan-dalam cemas yang mendalam-satu rumpun keluarga anak sunatan itu uterus menancapkan mata mereka kea rah yang sama; keseluruhannya tidak beda sebuah lingkaran di mana dokter dan anak lelaki itu sebagai sumbu. Mereka semua masih bermata redup. Kelelahan semalam suntuk melayani tetamu yang membanjiri tiga ter...

Selamat Jalan Sang Pengelana

Selamat Jalan sang Pengelana: Sebuah Obituari untuk Penyair Nurel Javissyarqi (Nurel Javissyarqi) Dari kontakku dengan penulis buku Pendekar Sendang Drajat, aku mengenal seorang pelukis muda dengan medium batu candi. Kami pun menjadi akrab atau mungkin aku yang berupaya mengakrabkan diri agar memiliki seorang kawan di kota tempat tinggalku yang baru. Bila ada waktu, setelah selesai bekerja, aku kerap berkunjung di studio lukisnya sambil pesan atau dipesankan kopi di warkop sebelah studio atau makan bersama di luar kadangkala.  Kami pun ngobrol tentang segala sesuatu yang bisa diobrolkan, termasuk tentang seorang penulis yang dimiliki Lamongan.  Yang namanya pernah tercatat di koran beberapa waktu silam. Dari keakraban inilah kemudian aku diperkenalkan olehnya kepadamu.. Aku menjadi mengenalmu. Pertemuan kita pertama di sebuah acara komunitas sastra sebuah kota,  Kita sempat ngobrol di antara riuh suara panggung di belakang punggung penonton. Setelah itu kita jumpa pun han...

Cerpen Hamsad Rangkuti: Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu?

Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu? Cerpen Hamsad Rangkuti Seorang wanita muda dalam sikap yang mencurigakan berdiri di pinggir geladak sambil memegang terali kapal. Dia tampak sedang bersiap-siap hendak melakukan upacara bunuh diri, melompat dari lantai kapal itu. Baru saja ada di antara anak buah kapal berusaha mendekatinya, mencoba mencegah perbuatan nekat itu, tetapi wanita muda itu mengancam akan segera terjun kalau sampai anak buah kapal itu mendekat. Dengan dalih agar bisa memotretnya dalam posisi sempurna, kudekati dia samil membawa kamera. Aku berhasil memperpendek jarak dengannnya, sehingga tegur sapa di antara kami, bisa terdengar. “Tolong ceritakan mengapa kau ingin bunuh diri?” Dia berpaling kea rah laut. Ada pulau di kejauhan. Mungkin impian yang patah sudah tidak mungkin direkat. “Tolong ceritakan. Biar ada bahan untuk kutulis.” Wanita itu membiarkan sekelilingnya. Angin mempermainkan ujung rambutnya. Mempermaink...