Langsung ke konten utama

Namaku Mata Hari, Novel Yang Belum Selesai Ku Baca.

kesan pertama menikmati halaman awal "namaku mata hari" karya remy sylado, hal itu memicu ingatan saya pada struktur(?) cerita bumi manusia nya opa pram. flash back dengan gaya bertutur si tokoh utama.

bedanya ketika membaca bumi manusia saya benar-benar seperti masuk ke dalam cerita, menikmati kisah perjalanan hidup minke. sosok minke dan opa pram seolah merupakan figur yang terpisah. kata-kata yang diucapkan minke dan tokoh-tokoh lainnya seperti annelis mellema, sakinem alias nyai ontosoroh, dan tokoh-tokoh lainnya merupakan kata-kata mereka sendiri. di benak saya mereka sungguh tokoh yang hidup. nyai ontosoroh dengan karakter yang tegas dan keras sekaligus memiliki kelembutan saat dibutuhkan, annelis mellema dengan kerapuhan dan kemanjaannya, robert mellema dengan sinisme dan kearoganannya, robert surhof dengan karakter sok dan snobisnya, serta minke yang dalam pencarian jati dirinya, ada keraguan, semangat membela yang lemah, dan pa pram sebagai dalang yang meramu kisah hidup tokoh-tokohnya tersebut seolah tidak pernah ada.

namun ketika membaca namaku mata hari, tokoh mata hari yang bernama lahir margaretha geertruida ini, seorang double agen yang akan menerima hukuman mati karena tertangkap pihak lawan (perancis) yang bertutur kisah hidupnya dari jeruji besi sambil menunggu saatnya eksekusi, sungguh saya merasa gagal masuk ke dalam cerita karya ini. kalimat-kalimat yang diucapkan oleh mata hari yang kasar, vulgar, blak-blakan tidak mampu saya hayati sebagai perkataan figur seorang perempuan pelacur double agen yang bernama mata hari atau margaretha geertruida, namun kalimat-kalimat vulgar, kasar, dan blak-blakan itu seperti meluncur dari mulut remy sylado, terbayang sosok yjnggi besar berstelan putih, berambut putih dan saya merasa remy sylado gagal menghidupkan tokoh-tokoh rekaannya di kepala saya.

saya tidak mengerti mengapa hal itu bisa terjadi. apakah karena dalam mindset saya bahwa sosok seorang perempuan itu tidak seharusnya menggunakan kata-kata kasar, vulgar, dan blak-blakan ataukah karena hal lainnya, misal kesukuan saya yang stereotipingnya tidak blak-blakan sehingga benak saya tidak memercayai bahwa kalimat-kalimat yang yang vulgar, kasar, dan blak-blakan itu terucap itu dari karakter seorang perempuan bernama mata hari.


Namaku Mata Hari
Novel Remy Sylado
PT GPU, 2010
560 Halaman

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Hamsad Rangkuti: Panggilan Rasul

Panggilan Rasul Oleh: Hamsad Rangkuti MENITIK AIR mata anak sunatan itu ketika jarum bius yang pertama menusuk kulit yang segera akan dipotong. Lambat-lambat obat bius yang didesakkan dokter sepesialis dari dalam tabung injeksi menggembung di sana. Dan anak sunatan itu menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan sakit yang perih, sementara dagunya ditarik ke atas oleh pakciknya, agar ia tidak melihat kecekatan tangan dokter spesialis itu menukar-nukar alat bedah yang sudah beigut sering dipraktikkan. Kemudian kecemasan makin jelas tergores di wajah anak sunatan itu. Dia mulai gelisah.           Di sekeliling pembaringan-dalam cemas yang mendalam-satu rumpun keluarga anak sunatan itu uterus menancapkan mata mereka kea rah yang sama; keseluruhannya tidak beda sebuah lingkaran di mana dokter dan anak lelaki itu sebagai sumbu. Mereka semua masih bermata redup. Kelelahan semalam suntuk melayani tetamu yang membanjiri tiga ter...

Selamat Jalan Sang Pengelana

Selamat Jalan sang Pengelana: Sebuah Obituari untuk Penyair Nurel Javissyarqi (Nurel Javissyarqi) Dari kontakku dengan penulis buku Pendekar Sendang Drajat, aku mengenal seorang pelukis muda dengan medium batu candi. Kami pun menjadi akrab atau mungkin aku yang berupaya mengakrabkan diri agar memiliki seorang kawan di kota tempat tinggalku yang baru. Bila ada waktu, setelah selesai bekerja, aku kerap berkunjung di studio lukisnya sambil pesan atau dipesankan kopi di warkop sebelah studio atau makan bersama di luar kadangkala.  Kami pun ngobrol tentang segala sesuatu yang bisa diobrolkan, termasuk tentang seorang penulis yang dimiliki Lamongan.  Yang namanya pernah tercatat di koran beberapa waktu silam. Dari keakraban inilah kemudian aku diperkenalkan olehnya kepadamu.. Aku menjadi mengenalmu. Pertemuan kita pertama di sebuah acara komunitas sastra sebuah kota,  Kita sempat ngobrol di antara riuh suara panggung di belakang punggung penonton. Setelah itu kita jumpa pun han...

Cerpen Hamsad Rangkuti: Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu?

Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu? Cerpen Hamsad Rangkuti Seorang wanita muda dalam sikap yang mencurigakan berdiri di pinggir geladak sambil memegang terali kapal. Dia tampak sedang bersiap-siap hendak melakukan upacara bunuh diri, melompat dari lantai kapal itu. Baru saja ada di antara anak buah kapal berusaha mendekatinya, mencoba mencegah perbuatan nekat itu, tetapi wanita muda itu mengancam akan segera terjun kalau sampai anak buah kapal itu mendekat. Dengan dalih agar bisa memotretnya dalam posisi sempurna, kudekati dia samil membawa kamera. Aku berhasil memperpendek jarak dengannnya, sehingga tegur sapa di antara kami, bisa terdengar. “Tolong ceritakan mengapa kau ingin bunuh diri?” Dia berpaling kea rah laut. Ada pulau di kejauhan. Mungkin impian yang patah sudah tidak mungkin direkat. “Tolong ceritakan. Biar ada bahan untuk kutulis.” Wanita itu membiarkan sekelilingnya. Angin mempermainkan ujung rambutnya. Mempermaink...